Lembaga Pers Mahasiswa

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah” ― Pramoedya Ananta Toer

Thursday, July 11, 2013

On 9:11 AM by LPM Mercusuar UNAIR in    1 comment

Pers Pada Orde Lama

Orde lama berjalan antara tahun 1945-1966. Pers orde lama dimulai ketika Indonesia merdeka. Wartawan Indonesia mengambil alih percetakan-percetakan asing dan mulai menerbitkan surat kabarnya sendiri. Tidak bertahan beberapa lama, Belanda kembali dan ingin kembali menjajah sehingga surat kabar dalam negeri harus terasing dengan surat kabar Belanda yang melakukan propaganda pemberitaan agar masyarakat mau kembali kepada masa Pemerintahan Belanda. Indonesia berhasil mempertahankan kemerdekaannya, dan memilih menjalankan demokrasi liberal. Dalam masa ini, pers memiliki kebebasan untuk menerbitkan surat kabar sesuai dengan aliran atau sesuai partai politik yang didukung (kurang lebih sama dengan apa yang dimiliki pers saat ini).
     
Menyusul ketegangan yang terjadi dalam pemerintahan, Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang kemudian menjadi akhir dari kebebasan pers. Dimulai dari itu, Indonesia menganut demokrasi terpimpin. Sistem otoriter tersebut kemudian memaksa pers untuk tunduk pada pemerintahan. Segala aktivitas dan pemberitaan yang dilakukan oleh pers harus melalui sensor. Bahkan setiap Pers harus memperoleh SIT atau Surat Ijin Terbit dari pemerintah.
     
Pemberedelan beberapa surat kabar dilakukan oleh pemerintah setelah peringatan yang diberikan oleh menteri penerangan, Maladi. Pemberedelan dilakukan bukan hanya kepada surat kabar asing namun juga surat kabar dalam negeri. Pers yang ingin tetap bertahan harus mau menjadi alat pemerintah untuk menggerakkan massa dan mengikuti kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Tidak hanya media pers surat kabar, bahkan media pers televisi yang saat itu hanya ada TVRI bahkan diperalat pemerintah dan menjadi sarana komunikasi politik yang dikuasai pemerintah. Pers yang awalnya adalah pers perjuangkan yang melawan pemerintahan Belanda ( penjajah ) beralih menjadi pers simpatisan yang cenderung menjadi pendukung dari partai-partai politik tertentu.

Pers Pada Orde Baru

Pers pada masa orde baru dimulai ketika pemerintahan Presiden Soeharto (1966-1998). Dari sistem otoriter (paham demokrasi terpimpin) pemerintahan Presiden Soekarno, Presiden Soeharto membawa Indonesia kepada sistem Demokrasi pancasila. Pers Indonesia disebut sebagai pers pancasia, yaitu pers yang orientasi, sikap, dan tingkah lakunya didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Hakekat pers Pancasila adalah pers yang sehat, pers yang bebas dan bertanggung jawab dalam menjalankan fungsinya sebagai penyebar informasi yang benar dan objektif, penyalur aspirasi rakyat, dan kontrol sosial yang konstruktif.

Sama halnya dengan pemerintahan orde lama, kebebasan pers pada masa orde baru juga terjadi beberapa waktu saja menyusul terjadinya insiden ‘Malari’ atau Lima belas januari 1974. Pers dalam masa orde baru kehilangan identitas sebagai media independen yang bebas berpendapat dan menyampaikan informasi. Dunia pers dikekang dan mendapat tekanan dari segala aspek. Pers memutuskan terus mengikuti permainan politik pada jaman itu, kemudian banyak media massa yang mempublikasikan tulisan-tulisan berisi kritik terhadap pemerintah beserta keburukan pemerintah, lantas pada tahun 1994 banyak media yang diberedel oleh pemerintah. Tempo adalah majalah satu-satunya yang berjuang dan terus melawan pemerintah orde baru melalui publikasi tulisan-tulisan. Pemerintah memegang kendali seluruh aspek, terutama dalam bidang pers, bahkan tidak ada bedanya dengan pemerintahan otoriter Presiden Soekarno. Pada masa orde baru, juga ada SIUPP yaitu Surat Ijin Usaha Penerbitan Pers ( sama halnya SIT pada kepemimpinan Soekarno), tujuannya adalah agar pemerintah dapat mengontrol secara penuh keberadaan media pers. Dewan pers pada masa orde baru difungsikan oleh pemerintah untuk melindungi kepentingan pemerintah dan konglmerat saja, bukan melindungi insan pers dan masyarakat.

Pers Pada Reformasi

Menyadari betapa kuat pengaruh pers dalam menggerakkan massa melalui tulisan dan pemberitaan, pada masa reformasi (setelah jatuhnya pemerintahan Presiden soeharto) tuntutan akan kebebasan pers disuarakan. Kemudian dikeluarkanlah Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers. Di dalam Undang-undang yang menyangkut kebebasan pers, tidak ada lagi penyensoran, pembredelan, dan pelarangan penyiaran pada pers nasional. Setelah itu terjadilah booming penerbitan media massa di seluruh wilayah Indonesia yang telah menghasilkan potret dunia penerbitan, namun kebebasan pers menjadi melebar. Jumlah yang terus bertambah, pers penerbitan tidak bisa dikendalikan, pasarlah yang menentukan pers mana yang akan bertahan.
     
Tantangan baru yang harus dihadapi pers pada era reformasi ini adalah menjadi insan pers yang independen atau menjadi alat kepentingan elite politik. mudah saja dapat kita lihat dengan jelas contohnya, berorientasi kepada partai mana media televisi Merah, Media berlambang garuda, atau group-group media besar lainnya, serta keterkaitan pemilik media dengan satu partai politik tertentu? Tentu saja hal ini berpengaruh dalam obyektivitas penyampaian berita dan mengancam berlangsungnya demokrasi. Pemilik media akan menentukan segalanya termasuk berita apa yang akan dipublikasikan hingga orang yang akan dipekerjakan dan dipecat. Orientasi media tentu akan mengarah kepada kepentingan politik dan pribadi.

Sumber :
1.  Tim LSPP. Media Sadar Publik, Jakarta : Lembaga Studi dan Pembangunan, 2005
2. Marcydreamcatcher.bogspot.com/2011/12/kebebasan-pers-orede-lama-dan-etika.html
3.      3. David T. Hill. The Press In Indonesia New Order. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995

Sunday, July 7, 2013

Hidup Mahasiswa!
Halo, mungkin sebagian dari kalian banyak yang bertanya mengenai mercusuar. Apa sih mercusuar? Mercusuar adalah Lembaga pers mahasiswa ( LPM ) Universitas Airlangga, yang merupakan organisasi jurnalistik tingkat universitas yang dikelola dan dijalankan oleh mahasiswa UNAIR.
UNAIR memiliki sejarah yang panjang dalam dunia pers mahasiswa. Sekitar dekade 1980-1990-an, UNAIR terkenal dengan SUGA (Suara Airlangga), yang merupakan pers mahasiswa tingkat universitas, saat itu disegani karena kritik-kritik dan terkenal tajam terhadap pemerintahan Orde Baru maupun terhadap pihak birokrasi kampus. SUGA masih dapat eksis dalam tahun-tahun awal pasca reformasi 1998. Namun menjelang 2005-an, namanya kian pudar, tidak nampak dan bahkan hilang sama sekali.
Atas latar belakang tersebut, didasari oleh kebutuhan mahasiswa UNAIR akan suatu organisasi jurnalistik yang independen dan keprihatinan atas ketiadaanya lembaga pers mahasiswa tingkat universitas pasca SUGA. Maka BEM UNAIR saat itu berinisiatif untuk mengembangkan organisasi jurnalistik di UNAIR yang harapanya mewarisi semangat dan nilai-nilai pers kampus serta menjadi transformasi dari Suara Airlangga.
 LPM Mercusuar didirikan pada 8 Agustus 2007 salah satu Departemen di BEM UNAIR. Baru pada masa kepemimpinan Arif Fatchurahman sebagai Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa ( PresBEM) Universitas Airlangga tahun 2009, LPM Mercusuar UNAIR menjadi Badan Semi Otonom. Dalam kiprahnya, LPM Mercusuar UNAIR menjadi poros pers yang menyoroti isu-isu aktual mulai dari lingkup fakultas, universitas sampai eksternal. Namun, Mercusuar sempat mengalami kevakuman selama beberapa tahun (3 semester tepatnya) dan akhirnya kembali aktif sebagai organisasi pers mahasiswa pada akhir 2013.
Kiprah LPM Mercusuar UNAIR sudah cukup berkibar mulai dari kalangan organisatoris dan aktivis di kalangan fakultas (BEM, BLM), akademisi dan segenap civitas academica. Juga peran serta LPM Mercusuar UNAIR sudah berkiprah pada level regional (Surabaya), antara lain keterlibatanya bersama gerakan pemuda & mahasiswa dalam mengawal isu penutupan Gang Dolly (2014), dilibatkan dalam pengawalan Pilpres 2014 bersama The Founding Father House (lembaga riset nasional), sampai keterlibatanya dalam PPMI (Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia) Surabaya bersama LPM-LPM lain di Surabaya. Pada akhir 2014, LPM Mercusuar UNAIR tercatat mewakili Surabaya dan Jawa Timur dalam workshop jurnalistik nasional oleh GATRA di Jakarta. Dan awal februari 2015, LPM Mercusuar juga menjadi perwakilan Surabaya dalam pertemuan nasional pers mahasiswa se-Indonesia yang diadakan oleh Kompas.
LPM Mercusuar UNAIR memiliki relasi dengan beberapa media nasional, antara lain Jawa Pos, TEMPO, GATRA, Jakarta Post sampai Kantor Berita Nasional ANTARA. Pada awal 2014, LPM Mercusuar UNAIR didaulat statusnya menjadi Badan Otonom oleh BEM UNAIR, Hal tersebut semakin mengokohkan kedudukan LPM Mercusuar di UNAIR. Pencapaian-pencapaian tersebut menjadi salah satu bentuk penguat dukungan sekaligus jawaban atas kebutuhan terhadap suatu organisasi jurnalistik yang progresif.

SALAM PERSMA!

Friday, July 5, 2013

On 10:07 AM by LPM Mercusuar UNAIR in    No comments
Hidup Mahasiswa!
LPM Mercusuar Universitas Airlangga bangkit kembali. Kami akan hadir sebagai Pers Mahasiswa Universitas Airlangga sebagai media penyampai informasi yang teraktual dan hangat bagi masyarakat kampus,dengan buletin dan postingan rutin.


LPM Mercusuar UNAIR