Tuesday, May 26, 2015
On 7:13 PM by LPM Mercusuar UNAIR in opini No comments
Menengok Pergerakan Mahasiswa Airlangga di Tahun 1998
“...Kartu mahasiswa telah disimpan.
Dan tas kuliah turun dari bahu,
Mestinya kalian jadi insinyur dan ekonom abad dua puluh satu”.
(Taufiq Ismail )
Puisi diatas menggambarkan kehidupan mahasiswa sebagai sosok yang
mengambil pilihan, diluar pilihan sebagaimana seharusnya. Mahasiswa
keluar dari zona nyaman, untuk sebuah perubahan menuju perbaikan.
Tahun 1998, adalah puncak dari gerakan mahasiswa sebagai reaksi
terhadap kebobrokan ekonomi, pelanggaran hukum dan hak asasi manusia,
korupsi, menurunnya nilai tukar rupiah dan kegagalan fungsi dan tugas
pemerintah lainnya.
Mahasiswa yang seharusnya belajar di dalam kelas dalam wadah
universitas memilih jalan lain untuk menuntut dan melawan rezim
tirani. Pergerakkan mahasiswa seperti ini tidak hanya massif di
ibukota negara saja, melainkan juga di Surabaya. Banyak pihak
mengatakan bahwa pusat pergerakkan mahasiswa Surabaya, berada di
Universitas Airlangga. Salah satu pihak yang mengatakan adalah I Basis
Susilo. Dekan Fisip Unair ini mengatakan bahwa Unair dulu menjadi
pusatnya pergerakkan mahasiswa Surabaya. Sehingga menjadi hal yang
biasa jika di Unair, khususnya di FISIP banyak ditemukan diskusi,
orasi, dan ceramah.
Dari 18 orang yang menjadi korban penculikkan rezim orde baru, dua
diantaranya adalah mahasiswa Unair. Mereka adalah Petrus Bima Anugrah
dan Herman Hendrawan. Dua sosok legenda reformasi ini dikenal getol
meneriakkan perlawanan terhadap rezim Soeharto. Petrus Bima Anugrah
adalah mahasiswa ilmu Komunikasi angkatan 1990, sedangkan Herman
Hendrawan adalah mahasiswa Ilmu Politik angkatan 1993. Kedua orang ini
dikenal memiliki perbedaan tipikal sifat, menurut Basis Susilo (dalam
Paramadina, 2011), Herman dan Bima memang mahasiswa yang dekat dengan
teman-teman mahasiswa dan dosen. Namun, Bima memang terlihat lebih
pendiam, tapi pikirannya sangat kritis. Keduanya adalah aktivis
pro-demokrasi yang juga merupakan anggota Solidaritas Mahasiswa
Indonesia untuk Demokrasi (SMID).
Pergerakkan mahasiswa di Universitas Airlangga di tahun 1998 dikenal
kritis, demokratis, dan majemuk. Setidaknya hal ini nampak dari
pergerakkan Partai Rakyat Demokratik. Perkumpulan Mahasiswa yang
anggotanya adalah beberapa mahasiswa Unair ini getol melakukan
kegiatan mimbar bebas untuk meneriakkan perlawanan. Hal inilah yang
membuat was-was rezim penguasa untuk menghentikkan pergerakkan
mahasiswa di Unair. Di semester yang seharusnya fokus skripsi ini,
Herman menghilang. Hingga pada 12 Mei 1998, dikabarkan Herman diculik
ke Jakarta. Pun demikian dengan Bima yang hilang sejak akhir Maret
1998.
Tahun 1998 adalah babak baru yang menandai masuknya era reformasi.
Segala aturan yang sebelumnya amat membelenggu kebebasan, terhitung
sejak runtuhnya rezim Soeharto di tahun 1998 mulai ada perbaikan ke
arah kebebasan. Meskipun demikian, ada sisa luka yang belum sembuh
atas tragedi Mei 1998, yaitu belum tuntasnya penyelesaian mengenai
penculikkan aktivis.
Sosok Herman dan Bima adalah sosok hebat yang dapat disandingkan
dengan Wiji Tukul. Semangatnya yang tak gentar melawan penjajah, mampu
meruntuhkan tembok besar tirani. Dua legenda ini juga menjadi bukti
pergerakkan mahasiswa di Universitas Airlangga. Ibaratnya, dua legenda
ini adalah obor yang sinarnya tak pernah padam, selalu menyemangati
generasi mahasiswa berikutnya untuk tetap menjalankan fungsi dan
perannya sebagai elit pendidikan yang mampu mengontrol dan mengawal
kebijakan pemerintah.
Meskipun ada beberapa pihak yang mengatakan bahwa pergerakkan
mahasiswa Unair saat ini tumpul dan tidak terdengar gaungnya. Namun
mengenang Bima dan Herman, penulis optimis pergerakkan mahasiswa di
Unair masih tumbuh subur sebagai buah semangat era reformasi.
Setidaknya hal ini tercermin dalam wadah Badan Eksekutif Mahasiswa
(BEM) Unair sebagai eksekutor, konseptor, dan inisiator pergerakkan
mahasiswa di Unair. Dibalik riuhnya persoalan bangsa, terdengar
sayup-mayup diskusi strategis yang diadakan organisasi intra kampus
yang mengklaim sebagai wadah aspirasi, dan representasi mahasiswa di
Unair ini.
Nb: BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM) Universitas Trisakti 2015
menginisiasi 3.500 mahasiswa untuk terlibat dalam peringatan Tragedi
12 Mei. Hal ini dilakukan untuk mengenang EMPAT mahasiswa Trisakti
yang meninggal akibat ditembak ketika demonstrasi. Mereka melakukan
longmarch dari Museum Gajah menuju Istana Presiden, Jakarta Pusat.
Sepanjang perjalanan, mereka membentangkan spanduk dengan isi "MENAGIH
JANJI PEMERINTAH UNTUK MENGUSUT KASUS PENEMBAKKAN dan PENCULIKKAN
PEJUANG REFORMASI".
Oleh : Galang Ksatria Bella
“...Kartu mahasiswa telah disimpan.
Dan tas kuliah turun dari bahu,
Mestinya kalian jadi insinyur dan ekonom abad dua puluh satu”.
(Taufiq Ismail )
Puisi diatas menggambarkan kehidupan mahasiswa sebagai sosok yang
mengambil pilihan, diluar pilihan sebagaimana seharusnya. Mahasiswa
keluar dari zona nyaman, untuk sebuah perubahan menuju perbaikan.
Tahun 1998, adalah puncak dari gerakan mahasiswa sebagai reaksi
terhadap kebobrokan ekonomi, pelanggaran hukum dan hak asasi manusia,
korupsi, menurunnya nilai tukar rupiah dan kegagalan fungsi dan tugas
pemerintah lainnya.
Mahasiswa yang seharusnya belajar di dalam kelas dalam wadah
universitas memilih jalan lain untuk menuntut dan melawan rezim
tirani. Pergerakkan mahasiswa seperti ini tidak hanya massif di
ibukota negara saja, melainkan juga di Surabaya. Banyak pihak
mengatakan bahwa pusat pergerakkan mahasiswa Surabaya, berada di
Universitas Airlangga. Salah satu pihak yang mengatakan adalah I Basis
Susilo. Dekan Fisip Unair ini mengatakan bahwa Unair dulu menjadi
pusatnya pergerakkan mahasiswa Surabaya. Sehingga menjadi hal yang
biasa jika di Unair, khususnya di FISIP banyak ditemukan diskusi,
orasi, dan ceramah.
Dari 18 orang yang menjadi korban penculikkan rezim orde baru, dua
diantaranya adalah mahasiswa Unair. Mereka adalah Petrus Bima Anugrah
dan Herman Hendrawan. Dua sosok legenda reformasi ini dikenal getol
meneriakkan perlawanan terhadap rezim Soeharto. Petrus Bima Anugrah
adalah mahasiswa ilmu Komunikasi angkatan 1990, sedangkan Herman
Hendrawan adalah mahasiswa Ilmu Politik angkatan 1993. Kedua orang ini
dikenal memiliki perbedaan tipikal sifat, menurut Basis Susilo (dalam
Paramadina, 2011), Herman dan Bima memang mahasiswa yang dekat dengan
teman-teman mahasiswa dan dosen. Namun, Bima memang terlihat lebih
pendiam, tapi pikirannya sangat kritis. Keduanya adalah aktivis
pro-demokrasi yang juga merupakan anggota Solidaritas Mahasiswa
Indonesia untuk Demokrasi (SMID).
Pergerakkan mahasiswa di Universitas Airlangga di tahun 1998 dikenal
kritis, demokratis, dan majemuk. Setidaknya hal ini nampak dari
pergerakkan Partai Rakyat Demokratik. Perkumpulan Mahasiswa yang
anggotanya adalah beberapa mahasiswa Unair ini getol melakukan
kegiatan mimbar bebas untuk meneriakkan perlawanan. Hal inilah yang
membuat was-was rezim penguasa untuk menghentikkan pergerakkan
mahasiswa di Unair. Di semester yang seharusnya fokus skripsi ini,
Herman menghilang. Hingga pada 12 Mei 1998, dikabarkan Herman diculik
ke Jakarta. Pun demikian dengan Bima yang hilang sejak akhir Maret
1998.
Tahun 1998 adalah babak baru yang menandai masuknya era reformasi.
Segala aturan yang sebelumnya amat membelenggu kebebasan, terhitung
sejak runtuhnya rezim Soeharto di tahun 1998 mulai ada perbaikan ke
arah kebebasan. Meskipun demikian, ada sisa luka yang belum sembuh
atas tragedi Mei 1998, yaitu belum tuntasnya penyelesaian mengenai
penculikkan aktivis.
Sosok Herman dan Bima adalah sosok hebat yang dapat disandingkan
dengan Wiji Tukul. Semangatnya yang tak gentar melawan penjajah, mampu
meruntuhkan tembok besar tirani. Dua legenda ini juga menjadi bukti
pergerakkan mahasiswa di Universitas Airlangga. Ibaratnya, dua legenda
ini adalah obor yang sinarnya tak pernah padam, selalu menyemangati
generasi mahasiswa berikutnya untuk tetap menjalankan fungsi dan
perannya sebagai elit pendidikan yang mampu mengontrol dan mengawal
kebijakan pemerintah.
Meskipun ada beberapa pihak yang mengatakan bahwa pergerakkan
mahasiswa Unair saat ini tumpul dan tidak terdengar gaungnya. Namun
mengenang Bima dan Herman, penulis optimis pergerakkan mahasiswa di
Unair masih tumbuh subur sebagai buah semangat era reformasi.
Setidaknya hal ini tercermin dalam wadah Badan Eksekutif Mahasiswa
(BEM) Unair sebagai eksekutor, konseptor, dan inisiator pergerakkan
mahasiswa di Unair. Dibalik riuhnya persoalan bangsa, terdengar
sayup-mayup diskusi strategis yang diadakan organisasi intra kampus
yang mengklaim sebagai wadah aspirasi, dan representasi mahasiswa di
Unair ini.
Nb: BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA (BEM) Universitas Trisakti 2015
menginisiasi 3.500 mahasiswa untuk terlibat dalam peringatan Tragedi
12 Mei. Hal ini dilakukan untuk mengenang EMPAT mahasiswa Trisakti
yang meninggal akibat ditembak ketika demonstrasi. Mereka melakukan
longmarch dari Museum Gajah menuju Istana Presiden, Jakarta Pusat.
Sepanjang perjalanan, mereka membentangkan spanduk dengan isi "MENAGIH
JANJI PEMERINTAH UNTUK MENGUSUT KASUS PENEMBAKKAN dan PENCULIKKAN
PEJUANG REFORMASI".
Oleh : Galang Ksatria Bella
Subscribe to:
Posts (Atom)
Search
Popular Posts
-
Pers Pada Orde Lama Orde lama berjalan antara tahun 1945-1966. Pers orde lama dimulai ketika Indonesia merdeka. Wartawan Indonesia m...
-
(Kampus C) LPM Mercusuar Universitas Airlangga pada Kamis (23/10) siang mengadakan kunjungan dalam rangka silaturahmi ke Rektorat ...
-
Pengurus (Dok.LPM Mercusuar) LPM Mercusuar UNAIR memiliki 5 Divisi yang terbagi berdasarkan area dan job desk nya masing-masing. 5 ...
-
Keputusan mengenai penutupan mendadak pada Senin (5/1) oleh Perpustakaan UNAIR kini sudah berubah dan kembali seperti sedia kala. Perpu...
-
*Menjelang Peringatan Hari Reformasi (21 Mei) Ada saat dimana masyarakat mulai terbuka dan berani muncul ke hadapan publik sebagai ger...
Recent Posts
Categories
- 10 November
- 2014-2015
- apa itu LPM MERCUSUAR UNAIR
- Artistik
- BEM FE UI
- BEM UNAIR
- Buletin
- Buletin Mercusuar
- eksternal
- Hari Pahlawan
- Hiburan
- Humas
- Idang Rasjidi Syndicate
- Info
- investigasi
- Isu
- Jawa Pos
- JGTC
- kajian
- Kampus
- Kampus C Unair
- kegiatan
- Kepahlawanan
- Kunjungan institusi
- kunjungan Jawa Pos
- Kunjungan Tempo Biro
- Lembaga Pers Mahasiswa Universitas Airlangga
- liputan
- Litbang
- LPM Mercusuar Unair
- Mahasiswa Unair
- Mercusuar
- new release
- opini
- OPREC
- Oprec Mercusuar
- Pengumuman
- Perpustakaan UNAIR
- pers mahasiswa
- Perusahaan
- Redaksi
- Rekrutmen Terbuka
- Rektorat Unair
- Sejarah pers UNAIR
- Seminar.LPM Mercusuar Unair
- Seputar MERCUSUAR
- Struktur Kepengurusan LPM Mercusuar Universitas Airlangga
- Struktur LPM Mercusuar
- Suara Airlangga
- SUGA
- Surabaya
- UNAIR
- UNAIR Library
- Universitas Airlangga
- update
- Warga Bicara
- wawancara
Sample Text
Blog Archive
Labels
- 10 November
- 2014-2015
- apa itu LPM MERCUSUAR UNAIR
- Artistik
- BEM FE UI
- BEM UNAIR
- Buletin
- Buletin Mercusuar
- eksternal
- Hari Pahlawan
- Hiburan
- Humas
- Idang Rasjidi Syndicate
- Info
- investigasi
- Isu
- Jawa Pos
- JGTC
- kajian
- Kampus
- Kampus C Unair
- kegiatan
- Kepahlawanan
- Kunjungan institusi
- kunjungan Jawa Pos
- Kunjungan Tempo Biro
- Lembaga Pers Mahasiswa Universitas Airlangga
- liputan
- Litbang
- LPM Mercusuar Unair
- Mahasiswa Unair
- Mercusuar
- new release
- opini
- OPREC
- Oprec Mercusuar
- Pengumuman
- Perpustakaan UNAIR
- pers mahasiswa
- Perusahaan
- Redaksi
- Rekrutmen Terbuka
- Rektorat Unair
- Sejarah pers UNAIR
- Seminar.LPM Mercusuar Unair
- Seputar MERCUSUAR
- Struktur Kepengurusan LPM Mercusuar Universitas Airlangga
- Struktur LPM Mercusuar
- Suara Airlangga
- SUGA
- Surabaya
- UNAIR
- UNAIR Library
- Universitas Airlangga
- update
- Warga Bicara
- wawancara