Lembaga Pers Mahasiswa

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah” ― Pramoedya Ananta Toer

Friday, May 2, 2014

On 12:38 AM by LPM Mercusuar UNAIR in    No comments

Mendidik adalah tugas semua orang terdidik – Anies Baswedan. Selamat Hari Pendidikan Nasional kepada seluruh insan yang berjuang di jalur pendidikan, entah menuntut ilmu atau membagi ilmu. Tentang pendidikan nasional, mari kita kembali menengok apa yang terjadi dengan pendidikan nasional di Indonesia, di Negara yang kita cintai. Apa yang akan kita lihat? Biaya pendidikan yang mahal? Diskriminasi pendidikan? Moralitas yang memudar dikalangan insane akademis? Mari kita bahas satu per satu.

Benarkah biaya pendidikan mahal? Pemerintah telah mengucurkan miliaran bahkan triliunan rupiah dari total APBN untuk memperbaiki pendidikan di Indonesia, untuk memberikan bantuan kepada semua yang benar-benar ingin mengenyam pendidikan. Dari mulai meringankan biaya di sekolah dasar sampai sekolah menengah atas, hingga beasiswa untuk perguruan tinggi, bahkan banyak beasiswa dari non-pemerintah (perusahaan swasta, bank, dsb) yang tersebar. lantas apa yang menjadi halangan untuk tidak bersekolah? Jawabannya ada pada niat, di  Negara kita belum benar-benar sadar akan pentingnya pendidikan, pentingnya menuntut ilmu. Banyak dari orang tua yang memilih tidak mengirimkan anak-anak mereka untuk bersekolah dengan alasan demi membantu pekerjaan orangtua. Apakah dengan bersekolah anak-anak tersebut akan mendapatkan pekerjaan yang lebih layak? Memang bukan jaminan, tapi setidaknya memberikan peluang bagi anak-anak tersebut untuk bersaing di masa depan. Jika kemudian banyak yang menanyakan kembali apakah dana besar telah dikucurkan untuk pendidikan. Normatifnya itu sudah terjadi, bahwa 20% dari total APBD adalah untuk perbaikan kualitas pendidikan nasional. Yang artinya jika ada lebih dari 1.500 Triliyun rupiah APBN, maka setidaknya ada 300 Triliyun rupiah untuk peningkatan kualias pendidikan. Jika itu tidak terjadi, maka suarakanlah! Itu adalah hak kita semua, pajak yang telah kita bayarkan kepada pemerintah. Untuk itu saya sarankan kalian untuk aktif memberikan pengawasan kepada pemerintah, juga pada wakil-wakil yang telah kalian pilih untuk duduk di kursi parlemen. Yang saya igin tekankan adalah ‘SADARLAH!’, sadar akan pentingnya menuntut ilmu dan sadar akan pentingnya memperjangkan itu. Sadarlah juga bagi kalian yang terdidik untuk kemudian mendidik, karena ilmu tidak pernah habis saat kalian membaginya.

Lalu tentang diskriminasi pendidikan. Pemerataan yang bermasalah, ketimpangan akan kualitas pendidikan antara pusat dengan daerah. Masalah pemerintah yang sampai sekarang belum juga tuntas. Saya sangat salut dengan salah satu tokoh pendiri ‘Indonesia Mengajar’. Ya, Anies Baswedan, tokoh inspiratif yang menggerakkan ribuan sarjana muda untuk mengabdi, turut mensukseskan pemerataan pendidikan di daerah terpencil. Gerakan besar yang menjadi tonggak perubahan ‘melek huruf’, kemudian lahirlah gerakan mengabdi lainnya seperti : Unair mengajar,SM3T, dan banyak lainnya. Diskriminasi pendidikan lainnya adalah pada pemberian pendidikan untuk laki-laki dan perempuan. Dalam satu keluarga menengah kebawah yang terdapat anak laki-laki dan perempuan akan lebih memprioritaskan pendidikan untuk anak laki-laki daripada perempuan, sangat disayangkan bahwa konstruksi sosial mengenai perempuan akan berakhir di dapur masih sangatlah kental. Harus diketahui bahwasannya sudah banyak perempuan-perempuan hebat yang menempati posisi-posisi strategis dalam masyarakat, harus pula diketahui bahwa sekalipun akan berada di dalam rumah nantinya (berprofesi sebagai ibu rumah tangga), perempuanlah yang berkontribusi besar melahirkan dan membesarkan generasi-generasi hebat masa depan. Artiya, pendidikan untuk perempuan merupakan investasi besar bagi lahirnya tokoh-tokoh cerdas masa depan. Untuk itu, pendidikan adalah hak setiap orang, tidak peduli di desa maupun di kota, dan bahkan laki-laki maupun perempuan.

Hal lain yang menjadi permasalahan adalah moralitas insan akademis yang kian merosot. Perkelahian antar sekolah, bullying senior terhadap junior, bahkan yang lebih miris adalah kejahatan sexual diwilayah sakral bernama sekolah. Apakah yang terjadi? ‘Mungkin’ terdapat kesalahan dalam proses pembelajaran. Peningkatan kualitas pendidikan seringkali hanya diukur melalui mata pelajaran yang diujikan, hal itu terang terbukti dengan adanya kenaikan standart kelulusan dan tingkat kesulitan soal. Kenaikan tersebut jelas membuat siswa maupun mahasiswa menjadi tertekan akan beban yang diberikan kepada mereka. Orang dengan tekanan tinggi akan menjadi lebih mudah stress, lebih mudah tersinggung, marah dan mencari pelampiasan atas tekanan yang diberikan pada mereka. Yang lebih disayangkan lagi adalah pendidikan moral, etika dan agama tidak diintensivekan untuk mengimbangi peningkatan kualitas di bidang lain, inilah yang menurut saya menjadi awal permasalahan anjoknya moral insan akademis kita.

Dari hal-hal di atas dapat kita simpulkan bahwa masalah pendidikan adalah tugas pemerintah untuk melakukan perbaikan, tapi bukan berarti kita tak memiliki tanggung jawab yang sama. Membangun bangsa tidak bisa dilakukan hanya oleh pemerintah, partisipasi aktif dari masyarakat adalah hal terpenting lainnya, karena bangkitnya suatu bangsa adalah bangkitnya seluruh masyarakatnya. Mari bergerak! Melakukan kontribusi aktif untuk pendidikan yang lebih baik, lebih sehat dan lebih jujur. Untuk generasi masa depan yang membanggakan.(chc)

0 comments:

Post a Comment