Lembaga Pers Mahasiswa

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah” ― Pramoedya Ananta Toer

Saturday, June 21, 2014

On 2:25 PM by LPM Mercusuar UNAIR in    No comments
Indonesia memasuki masa-masa transisi semenjak reformasi bergulir dari 16 tahun yang lalu hingga saat ini. Tantangan Indonesia ke depan tidak hanya terletak pada aspek politik, ekonomi, hukum,sosial budaya. Akan tetapi yang menjadi konsen utama salah satunya yaitu mengenai kepemimpinan nasional. Sekarang, bangsa Indonesia harus mulai untuk berpikir lebih jauh tentang figure alternative yang berkaitan dengan kepemimpinan ke depan. Nama-nama sudah mencuat ke publik sebagai kandidat pemimpin Indonesia selanjutnya. Proses Pencarian Pemimpin melalui ajang Pilpres beberapa bulan mendatang tidak akan mampu menjawab tantangan krisis kepemimpinan multidimensi bangsa Indonesia dewasa ini. Perlunya (kembali) melakukan jejak telusur terhadap local wisdom dari beberapa tokoh yang bisa kita ambil pelajaran berharga darinya.

Krisis Kepemimpinan Memang pada akhirnya kepemimpinan nasional ditentukan dari upaya selektif dan melalui serangkaian proses politik, yang menjadi wadah inkubasi elit-elit pemimpin di Indonesia. Kita tidak serta merta menampik proses tersebut, akan tetapi fakta menunjukan bahwa negeri ini sedang memasuki krisis kepemimpinan. Yaitu sebuah kondisi ketika tidak banyak elit-elit yang muncul ke permukaan sebagai figure yang kapable dan mendapat dukungan masyrakat luas. Sebagian elit politik adalah warisan dari Orde Baru. Dan cerminan mental korupsi dan kejahatan masa lalu adalah sangat melekat dengan mereka. Sementara itu, masa sekarang belum mampu untuk membuktikan proses demokrasi berhasil mencetak pemimpin dan figure-figur baru yang lahir dari proses kepemimpinan yang panjang.

Tentu hal ini merupakan paradoks, karena dalam sejarahnya Indonesia tidak pernah kekurangan figure yang ada untuk memimpin dan tidak jarang kemudian perananya berhasil. Seperti Hatta, Soekarno, Syahrir, Tan Malaka, Natsir adalah contoh-contoh betapa bangsa ini pernah menjadi bangsa yang berhasil mencetak pemimpin-pemimpin. Maka dari itu penting halnya untuk kemudian mempelajari kembali hakikat kepemimpinan dan sejarah kepemimpinan mereka agar generasi sekarang menjadi sadar dan mawas diri dengan krisis kepemimpinan yang sedang dihadapi bangsa ini. Yang ingin dibahas dalam hal ini adalah Soekarno dan Tan Malaka. Soekarno adalah salah satu pemimpin Indonesia yang pernah mendunia, karena kharismatiknya, ketegasanya dan kepemimpinanya. Beliau adalah presiden pertama Republik Indonesia.

Ketika kita berbicara mengenai Soekarno, maka tentu teringat masa-masa genting yang bersejarah dan menentukan masa depan Indonesia. Soekarno adalah proklamator sekaligus pemimpin PNI, salah satu gerakan yang berperan penting memerdekakan Indonesia dari belenggu penjajahan asing. Soekarno adalah satu-satunya pemimpin di Asia di era modern yang mampu menyatukan masyarakat dari latar belakang etnik, agama, budaya yang berbeda-beda tanpa pernah sekalipun menumpahkan darah. Sedangkan Tan Malaka. Hampir sebagian besar namanya ikut tertelan dan menghilang bersama dengan keberadaanya yang misterius hingga saat ini. Hanya beberapa kalangan saja yang masih mengingat dan mengenang jasa-jasanya.

Tan Malaka adalah salah satu pejuang kemerdekaan yang dihempas dan terlupakan oleh sejarah. Perananya menentukan arah revolusi bangsa Indonesia menuju masa-masa kemerdekaan. Tindakanya berdampak kepada munculnya gerakan sosial yang massif yang bermuara kepada satu suara tentang kemerdekaan dari keterjajahan. Tan Malaka adalah pemimpin partai PP (Persatuan Perjuangan) dan pernah menjabat sebagai perwakilan Komunis Internasional di Asia Tenggara. Tan Malaka, sebenarnya adalah founding father dari Indonesia. Alasan munculnya nama “Indonesia” berawal dari gagasan Tan Malaka. Semenjak saat itu mulai booming penggunaan kata “Indonesia” sebagai entitas kebangsaan. Filosofi Gerakan Antara Soekarno dan Tan Malaka adalah pemimpin bangsa yang tumbuh di tengah kondisi bangsa saat itu yang berada dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. Keduanya di kemudian hari menjadi pemimpin bangsa dalam jalur-jalur dan metode gerakanya sendiri-sendiri dan dalam perbedaan tertentu. Soekarno beraliran nasionalis, sedangkan Tan Malaka kental dengan pemikiran Marxis, meski tidak bisa dipungkiri semangat nasionalisnya sangat kuat. Soekarno berkembang dalam didikan HOS Tjokroaminoto, seorang reformis yang kemudian menjadi guru dan inspirasi bagi pijakan kepemimpinan Soekarno di kemudian hari. Seperti kata pepatah “buah tidak akan jatuh jauh dari pohonya”.

Soekarno terbentuk dan membina dirinya dengan filosofi nasionalisme yang sangat kental, beserta semangat pluralism dan keinginan kuat untuk menyatukan perbedaan yang ada. Perasaan tentang kebangsaan yang luas, bahwa tidak ada lagi Jawa, Sumatra, Aceh,Bali, akan tetapi satu bangsa : Indonesia. Beliau adalah salah satu orang yang berpegang teguh terhadap pendirinya untuk selalu memperjuangkan kesatuan bangsa dan perdamaian tidak hanya Indonesia, namun kawasan sekitarnya bahkan dunia. Indonesia, di bawah Soekarno adalah inisiator Gerakan Non-Blok, sebuah poros baru yang tercipta di tengah-tengah pertarungan dua blok besar : AS dan Uni Sovyet saat itu. Perlawanan terhadap dominasi dan hegemoni dunia, terutama kapitalisme adalah yang dibawa oleh Soekarno dalam kepemimpinanya. Tan Malaka dalam memandang negara menyajikan hal yang berbeda.

Kepemimpinan Tan Malaka tidak terlihat pada situasi yang menguntungkan, melainkan masa-masa sulit menuju kemerdekaan. Nasionalisme digerakkan oleh kelompok-kelompok sosial, kedaerahan dan pemuda yang bertujuan sama di dalam menegakkan kesatuan dan perjuangan kemerdekaan. Maka dengan semangat revolusioner tersebut Tan Malaka menghimpun semua Ormas yang ada ke dalam satu wadah Persatuan Perjuangan (PP). Sebuah instrument perjuangan yang kolonialis. Persatuan Perjuangan sangat identik dengan prinsip non-kooperatif dengan penjajah (saat itu Belanda), maka PP mendapat apresiasi yang sangat kuat dari golongan pemuda-pemuda, terutama kelompok kiri seperti PKI dan PS (Socialist Party) yang rata-rata memegang basis massa yang konsisten. Sebelumnya Tan Malaka adalah agen Komunis Internasional (Komintern) dan penghubung Komintern di wilayah Asia Tenggara, sebuah prestasi luar biasa untuk seorang pemuda dalam kondisi dan pencapaianya saat itu.

Akan tetapi banyak sekali pemikiran Tan Malaka yang revolusionis akan tetapi anti terhadap kompromi dengan Belanda, sedangkan saat itu Kominter mengharuskan garis instruksi untuk bekerjasama dengan penjajah. Di saat yang sama ini berkaitan dengan garis perjuangan komunis di Indonesia lewat PKI. Pertentangan ini di kemudian hari menjadi perpecahan antara kubu Tan Malaka yang anti kompromi dengan PKI dan Komintern yang sepakat lajur pro-Belanda karena pada saat itu yang dihadapi adalah sama : fasisme. Sedangkan Tan Malaka sekaligus kurang disukai di kalangan nasionalis yang cenderung sepakat untuk berkompromi sebagai sarana untuk memudahkan tercapainya keuntungan dan mempercepat kemerdekaan. Maka mulai saat itu Tan Malaka adalah musuh bersama sekaligus antara Komintern, PKI dan pemerintah Kolonial Belanda serta golongan nasionalis.

Karakter & Tipe Gerakan Soekarno dikenal sebagai orator yang handal, seorang pandai untuk mengolah kata-kata menjadi bahasa dalam komunikasi efektif yang mampu membius dan mempengaruhi orang banyak lewat orasi-orasinya. Dan Soekarno kemudian adalah orang yang mampu menjadi figur publik. Sedangkan Tan Malaka, dalam garis perjuanganya, adalah seorang propagandis, ahli propaganda dan strategi gerilya yang handal. Gerakanya secara langsung maupun tidak menjadi penopang kekuatan gerakan kelompok-kelompok Indonesia di dalam mencapai dan mempercepat terjadinya kemerdekaan. Namun tidak dalam konteks di permukaan atau yang terlihat, melihat berpola underground movement. sehingga sosoknya tidak dikenal sebagai figure dan condong menjadi orang di belakang layar.

Karakter kepemimpinan mereka dinilai dari beberapa sudut pandang. Soekarno memiliki karakter yang lekat dengan idealismenya mengenai persatuan, kemandirian dan nasionalisme. Akan tetapi gaya kepemimpinanya semakin lama terbawa kepada pola yang otoriter, yang harus sesuai dengan kebijakan dan garis koridor keinginanya. Sedangkan Tan Malaka, tidak banyak literature yang menyebutkan gaya kepemimpinan Tan Malaka. Akan tetapi keberhasilan Tan Malaka di dalam menghimpin kelompok-kelompok dalam satu tujuan untuk memperjuangkan nasionalisme dan kemerdekaan, mencerminkan kemampuan persuasive dan tipe sebagai agitator yang handal. Tetapi tetap Tan Malaka adalah idealis sejati yang tidak mengejar ambisi ke dalam kekuasaan. Demikian secuplik narasi dari analisis, semoga dapat memberikan manfaat. Intinya, bahwa kepemimpinan nasional akan bergantung dari bagaimana proses mengenai pembinaan kepemimpinan orang tersebut, dan bagaimana faktor lingkungan dan kondisi sekitar mendorong pembentukan pola kepemimpinan. Dengan mempelajari sedikit dari beberapa tokoh tentang kearifan dan kepemimpinan mereka, kita dapat menjadikan hal tersebut pijakan sebagai pembelajaran untuk bekal memimpin masa depan.

 Oleh : LITBANG LPM MERCUSUAR UNAIR @Mercusuar_Unair

0 comments:

Post a Comment