Lembaga Pers Mahasiswa

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah” ― Pramoedya Ananta Toer

Wednesday, October 1, 2014

On 12:55 AM by LPM Mercusuar UNAIR in    No comments


Apa Kabar Fasilitas Kampus?
Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Mercusuar Universitas Airlangga telah mengadakan Diskusi Publik dengan judul ‘Apa Kabar Fasilitas Kampus?’ pada Jumat, 26 September 2014. Seperti yang dikatakan Ketua Umum LPM Mercusuar, Fahri Huseinsyah bahwa Diskusi Publik ini diadakan dengan tujuan agar mahasiswa memiliki forum untuk pembahasan isu-isu yang aktual dan sangat krusial sehingga mahasiswa dapat menyampaikan argumentasi kritisnya, kemudian secara bersama-sama menemukan solusi untuk melakukan eksekusi terhadap permasalahan yang sedang dihadapi, “Kami dari LPM Mercusuar bermaksud mengadakan kegiatan seperti ini yang nantinya akan diadakan secara rutin dan kontinyu. Di Unair ini kita memerlukan adanya forum diskusi yang kontinyu, konsisten, dan kritis untuk isu-isu yang bisa dibilang ‘sexy’ seperti masalah fasilitas kampus, utamanya mengenai lahan parkir seperti ini. Kita di sini mempertanyakan sinkronisasi predikat Universitas Airlangga sebagai World Class University dengan ketersediaan fasilitas kampus yang kurang memadai. Ketika organisasi mahasiswa lainnya belum ada yang berani mengangkat isu seperti ini, kami dari LPM Mercusuar ingin memberikan wadah kepada seluruh rekan-rekan Mahasiswa Universitas Airlangga untuk bersama-sama membahas titik permasalahan yang ada dan kemudian menemukan langkah konkret berupa solusi.”

Diskusi Publik dengan judul ‘Apa Kabar Fasilitas Kampus?’ akhirnya dipilih oleh LPM Mercusuar setelah melihat semakin kurang memadainya fasilitas yang diberikan oleh pihak universitas kepada mahasiswa. Kondisi tersebut diperparah dengan pilihan mahasiswa yang terkesan mendiamkan permasalahan tanpa ingin membuat langkah nyata untuk menyelesaikannya. Fahri mengatakan “Dari diskusi ini, LPM Mecusuar mengaharapan adanya output yakni dapat menemukan solusi dari permasalahan yang ada, dan melalui diskusi ini mahasiswa dapat terlibat langsung dalam penemuan solusi tersebut, sehingga  mahasiswa tidak terkesan mendiamkan dan apatis.” Dalam diskusi publik tersebut, LPM Mercusuar menghadirkan dua pembicara, yakni yang pertama adalah Mas Bustomi yang dulunya pernah menjabat sebagai Menteri Kebijakan Publik Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Airlangga (BEM UA) Tahun 2010, dan yang kedua adalah Yoeka Firike yang pernah menjabat sebagai Ketua BEM Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UA Tahun 2012.
Diskusi terbagi ke dalam tiga sesi. Pertama, sesi pembahasan permasalahan oleh pembicara.  Kedua adalah sesi dialog interaktif antara peserta diskusi dengan pembicara. Dan ketiga, sesi kesimpulan dan rekomendasi. Dalam sesi pertama Yoeka Firike mengatakan bahwa fasilitas fisik seperti bangunan di Universitas Airlangga memang bertambah, akan tetapi yang harus digaris bawahi adalah apakah fasilitas yang ada sekarang sudah cukup memadai untuk keseluruhan jumlah mahasiswa, apalagi mengingat jumlah mahasiswa yang semakin tahun semakin bertambah. Salah satu masalah fasilitas yang sangat terlihat jelas adalah tempat parkir. Menurut Yoeka, pada Tahun 2011 permasalahan parkir juga pernah terjadi. Kampus terlihat semakin padat karena jumlah mahasiswa dan kendaraan bertambah drastis. Saat itu di Fakultas FIB, mahasiswa kesulitan untuk parkir karena adanya pemindahan lokasi Fakultas Psikologi dan ketidak jelasan tentang status lahan parkir di area kampus milik fakultas yang mana.  Melihat kondisi yang demikian, Yoeka yang saat itu menjabat sebagai Menkominfo FIB yang bertugas untuk menyuarakan aspirasi mahasiswa FIB memutuskan untuk melakukan dialog dengan pihak birokrat fakultas dan rektorat. Akhirnya keputusan yang didapat adalah bahwa tidak ada lagi lahan parkir fakultas, yang ada adalah lahan parkir universitas sehingga Mahasiswa Universitas Airlangga dari fakultas manapun berhak  untuk parkir di fakultas manapun. Akan tetapi dalam realitasnya, tetap tidak ada perubahan yang signifikan. Pada tahun 2012 saat Yoeka terpilih sebagai Ketua BEM FIB, Yoeka semakin ingin mempertanyakan kondisi fasilitas di Universitas Airlangga. Akhirnya Yoeka melakukan mediasi kepada pihak  rektorat dengan berkoordinasi bersama Organisasi mahasiswa (Ormawa) fakultas dan universitas. Akan tetapi, yang sangat disayangkan saat akan membicarakan permasalahan ini ke pihak rektorat, ormawa universitas terlihat berjalan sendiri-sendiri. Akibatnya ormawa yang bergerak secara parsial tentu tidak dapat melakukan tekanan yang kuat kepada pihak rektorat.
Yoeka yang pernah mendapat kesempatan untuk berkunjung di Universitas Malaya, Malaysia mencoba memberikan sebuah komparasi antara kondisi  di Universitas Airlangga dengan di Universias Malaya. Saat Universitas Malaya ingin meningkatkan kualitas mahasiswanya supaya siap dalam menghadapi Asean Economic Community (AEC). Salah satu kebijakan yang dilakukan Universitas Malaya untuk meningkatkan kualitas mahasiswanya adalah sejak Tahun 2011, Univesritas Malaya  memangkas kuota mahasiswa baru sebanyak 50% setiap tahunnya dan kemudian semakin menambah fasilitas yang ada di kampus. Melihat kondisi Universitas Airlangga sekarang ini, Yoeka teringat dengan kata-kata salah satu dosen sejarah FIB,  Bapak Sarkawi. Beliau berkata, “Indonesia nggak terlalu banyak membutuhkan sejarahwan. Kita butuh sejarahwan yang realthe real sejarahwan, bukan sejarahawan yang sejarah-sejarahan. Penambahan kuota mahasiswa bukanlah hal yang salah, yang salah adalah apabila pertambahan mahasiswa tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas fasilitas yang ditawarkan oleh kampus itu sendiri. Sekarang, dosen saja terlalu sedikit jika dibandingkan dengan jumlah mahasiswa yang sangat banyak ini. Itu pasti akan mempengaruhi kualitas  akademis dari mahasiswa.”
Kebijakan yang dilakukan Univeritas Malaya harusnya bisa juga dibuat oleh Universitas Airlangga. Universitas Airlangga, setiap tahunnya kuota mahasiswa baru ditambah dan tidak diimbangi dengan progres peningkatan fasilitas yang berimbang. Hal tersebut akan berpengaruh pada kegiatan akademis dan kegiatan mahasiswa lainnya, misalnya di FIB dan Fakultas Ekonomi Bisnis (FEB) mahasiswa harus berebut kuota mata kuliah saat pengisian Kartu Rencana Studi (KRS) dan di FEB banyak jadwal antar mata kuliah yang akhirnya bentrok. Sementara di  Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) mushola tergusur karena pembangunan salah satu gedung. Selain itu, terkadang mahasiswa sering terlambat masuk kelas karena kesulitan mencari tempat parkir. Yoeka menilai kondisi kampus yang kurang diimbangi dengan fasilitas yang memadai juga diperparah dengan kondisi mahasiswa itu sendiri di mana dari tahun ke tahun gerakan mahasiswa cenderung melemah. Ormawa-ormawa yang ada di kampus juga kurang melakukan sosialisasi mengenai fasilitas dan kondisi yang ada di kampus kepada mahasiswa baru. Mahasiswa seperti sudah nyaman dan terlena dengan fasilitas dan  predikat Universitas Airlangga sebagai World Class University. Karena kurang adanya kontrol dari mahasiswa mengenai kondisi fasilitas kampus, maka pihak birokrat kampus cenderung sangat leluasa dalam membuat kebijakan. Yoeka sangat menyayangkan apabila mahasiswa hanya diam ketika menghadapi permasalahan di lingkungannya sendiri. Sikap diam mahasiswa menunjukkan bahwa predikat mahasiswa sebagai kontrol sosial dan agent of change hanyalah sebuah label semata.
Dalam Diskusi Publik ini Mas Bustomi berpendapat bahwa sekarang dunia nyata sudah berpindah ke dunia maya. Hanya butuh waktu sepersekian detik di dunia maya untuk mengetahui apa yang sedang terjadi di Universitas Airlangga. Aksi-aksi dan gerakan di dunia maya lebih mendapat respon tinggi jika dibandingkan dengan gerakan dan aksi di dunia nyata, pada hal sebenarnya harus ada keseimbangan antara aksi di dunia maya dan di dunia nyata. Menurut Mas Bustomi, mahasiswa harus bisa berpikir kritis dan substantif serta dapat malakukan pemetaan saat melihat sebuah permasalahan. Mahasiswa harus menganalogikan kampus sebagai mini state di mana universitas adalah sebuah negara. Setiap kampus mulai dari kampus A sampai D adalah sebagai provinsi dan fakultas adalah sebuah kabupaten/kota. Setiap tingkatan di negara tersebut tentu memiliki pemerintahan masing-masing seperti misalnya BEM Fakultas, HIMA Prodi dan ormawa lainnya. Keseluruhan tingkatan tersebut harus saling berkoordinasi dan melakukan konsolidasi terkait penyelesaian atas permasalahan yang terjadi. Peran masing-masing ormawa sangatlah penting, terutama misalnya saat masa orientasi mahasiswa, seharusnya ormawa memberikan sosialisasi kepada seluruh mahasiswa baru tentang akses dan penyelesaian permasalahan apabila ada akses yang bermasalah, baik itu akses mengenai literatur, perpustakaan, wifi dan lain sebagainya.
Apabila berbicara tentang masalah  teampat parkir, Mas Bustomi mengatakan bahwa penyebab utamanya ada tiga. Yang pertama adalah lahan yang terbatas, yang kedua adalah kendaraan yang semakin bertambah, dan yang ketiga adalah jumlah wsiudawan yang sedikit. Berbicara tentang tempat parkir berarti berbicara tentang kontur geografis dan space. Jika space terbatas dan kuota mahasiswa terus ditambah tentu hal tersebut terlihat seperti pola pikir kapitalistik. Ada beberapa cara untuk mengurangi kepadatan kendaraan tersebut, seperti misalnya jika melihat mahasiswa di univeristas-universitas di Thailand selalu membiasakan diri berangkat ke kampus bersama teman dengan menggunakan sepeda. Hal itu bisa diterapkan di Universitas Airlangga, misalnya dengan menyelenggarakan “gowes ke kampus” secara serentak, tentu hal tersebut memiliki banyak dampak positif, selain mengurangi kepadatan kampus, melaksanakan go green, juga apabila sampai diliput media bisa menumbuhkan citra positif untuk Universitas Airlangga. Mas Bustomi mengatakan “Kalau pengen citra bagus dan bikin rekor muri nggak perlu repot, cukup menyelenggarakan gerakan gowes ke kampus secara serentak.”
Selain itu, Mas Bustomi juga membandingkan dengan kebijakan yang ada di Kyung Hee University, Korea Selatan, di sana mahasiswa yang membawa mobil harus rela membayar biaya parkir dengan harga mahal. Selanjutnya menurut Mas Bustomi, mahasiwa juga harus bisa menempatkan diri sesuai dengan predikat yang diberikan kepada Universitas Airlangga sebagai Peraih Juara 5 dalam Pimnas, The Big Five University dan sebagai World Class University serta sebagai universitas yang mencoba untuk menjadi kampus reseacrh. Dengan predikat yang demikian, mahasiswa juga harus menemukan solusi dari sebuah permasalahan dengan cara pikir yang ilmiah dan logis. Seperti misalnya untuk masalah fasilitas kampus, antara  mahasiswa eksak dan non eksak bisa saling bekerja sama melakukan riset sederhana yakni mahasiswa eksak melakukan riset tentang fasilitas kampus secara kuantitatif dan mahasiswa non eksak melakukan riset secara kualtitatif.  Data-data tersebut dapat diperoleh dengan memanfaatkan tingkatan per universitas seperti yang telah disebutkan di awal, yakni melalui fakultas, hima dan kemudian per angkatan di setiap prodi. Dengan cara yang demikian, maka akan dapat ditemukan solusi yang komperhensif dan tidak bersifat parsial. Dengan data-data tersebut selanjutnya keseluruhan ormawa dalam setiap jenjang dapat melakukan dialog kepada pihak universitas, sehingga mahasiswa tidak hanya menyuguhkan kritikan, akan tetapi juga dapat memberikan solusi berdasar. Dengan demikian mahasiswa memiliki bergaianning position yang sangat bagus, dan bergaianning position juga bisa dinaikkan dengan pemanfaatan peran media massa dan sosial media.
Melalui dialog interaktif  dalam diskusi publik yang telah dilakukan LPM Mercusuar dapat terlihat masih banyak kekurangan fasilitas yang ada di Universitas Airlangga, seperti misalnya laboratorium FKH yang kurang memadai, bocornya atap Student Centre (SC) Situs (nama lembaga pers di FIB), kuota kelas mata kuliah untuk mahasiswa FEB, akses perpustakaan yang semakin menurun mulai dari jadwal tutup perpustakaan sampai akes ruang diskusi serta batas maksimal peminjaman buku, akses jurnal dan wifi yang kurang, serta nasib mahasiswa vokasi yang masih harus direpotkan dan dibingungkan saat pengurusan masalah administratif.
Dari diskusi publik ini dapat disimpulkan bahwa permasalahan yang muncul harus diselesaikan secara komperhensif oleh seluruh jajaran oramawa di Universitas Airlangga. Ormawa tidak boleh bekerja sendiri secara parsial, gebrakan baru bisa dirasakan apabila ada konsolidasi antara ormawa dari setiap tingkatan di Universitas. Mahasiswa juga harus menunjukkan fungsinya sebagai kontrol sosial yang tidak hanya diam saat melihat permasalahan, akan tetapi dapat melakukan dialog dan gerakan nyata untuk menyelesaikan permasalahan. Harapan dari Yoeka untuk semua mahasiswa Universitas Airlangga adalah “Mahasiswa harus memiliki keberanian berpendapat dan tidak hanya diam saat melihat masalah di lingkungannya. Mahasiswa harus menjadi mahsiswa yang tidak hanya pandai secara akademik akan tetapi juga harus memiliki kepedulian sosial.” Sedangkan satu harapan dari Mas Bustomi untuk mahasiswa Universitas Airlangga adalah  “Tunjukukan lagi reaksi, perkaya referensi, tingkatkan intensitas diskusi supaya kamu mampu menemukan apa itu substansi, sehingga kamu mampu menemukan solusi, dan akhirnya kamu bisa menyatakan ini diri!”

0 comments:

Post a Comment