Lembaga Pers Mahasiswa

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah” ― Pramoedya Ananta Toer

Friday, November 14, 2014

Surabaya –  Sekilas tidak ada yang berbeda dari areal BPPNFI di Jl. Gebang Putih No 10, Sukolilo Surabaya.  l. Namun apabila diamati di pojok kanan gerbang, terdapat satu banner sambutan “Selamat datang kepada peserta seminar kebangsaan”. Siang (14/11) pukul 13.00, beberapa anggota LPM Mercusuar memenuhi undangan dalam kehadiranya pada Seminar "Memaknai Keindonesiaan dengan Mengoptimalkan Kearifan Lokal sebagai Gerakan Sosial" yang diselenggarakan oleh Pengurus Wilayah IPPI (Ikatan Putra-Putri Indonesia) Regional Jawa Timur. Di dalam areal BPPNFI yang merupakan kependekan dari Balai Pengembangan Pendidikan Nonformal Dan Informal ini telah menghadirkan berbagai utusan dari institusi-institusi. Mulai dari pengamat, akademisi sampai tokoh-tokoh pemuda dan juga beberapa representasi organisasi mahasiswa. Telah hadir pula perwakilan dari beberapa kelompok Karang Taruna dan KNPI Jawa Timur

Seminar yang bertemakan pentingnya kearifan lokal sebagai suatu format gerakan sosial mengangkat isu mengenai keprihatinan kekinian tentang urgensi dimunculkanya kembali kearifan lokal sebagai suatu konsep yang menjelaskan identitas, yang selama ini justru semakin hilang dan diabaikan. Dibuka oleh sambutan dari Ketua Pengurus Wilayah IPPI Jawa Timur, Mas Wahyu Kuncoro, yang juga alumni FISIP UNAIR menerangkan tentang peran pemuda dan gerakan sosial. Telah hadir Riska Ayu Eka dan Rizaldy Yusuf selaku perwakilan dari LPM Mercusuar Unair. Pemateri yang pertama adalah bapak Ir.Daniel Rohi, seorang akademisi yang juga menjabat sebagai salah satu anggota Dewan Pendidikan Jawa Timur. Pengajar UK Petra yang juga alumni S2 Teknik Elektronika di salah satu Universitas di Malaysia itu menuturkan bahwa  sekarang, lokalitas bersama kearifan lokal, dihadapkan untuk bertahan dan resisten terhadap tantangan global dewasa ini. Bangsa Indonesia tentu tidak bisa dilepaskan dari sejarah bahwa sebenarnya kita adalah bangsa yang memiliki kekuatan luar biasa. Bangsa Indonesia dihadapkan pada situasi dimana kondisi global harus memaksa kompetisi yang melatarbelakangi daya persaingan bangsa harus mampu unggul dan menyeimbangi dinamika dewasa ini, terutama menjelang ASEAN Community. cara berpikir orang modern itu harus rasional dan berorientasi kepada ilmu pengetahuan. sedang tradisional adalah tidak berfokus pada waktu. bagi orang modern, waktu adalah uang, oleh karena itu waktu menjadi sesuatu yang sangat berharga. tapi tidak lantas ketika kita (bangsa Indonesia) menjadi modern, kita kehilangan identitas lokal kita. Indonesia adalah bangsa dan negeri yang kaya. kalau kita miskin, tidak mungkin bangsa Belanda dan eropa sampai jauh2 datang, utk menjajah. bangsa Indonesia harus meredefinisikan diri agar menimbulkan kepercayaan diri sebagai bangsa besar. Indonesia tdk pernah inferior. Dan ketika dahulu adalah kompetisi material, sedang sekarang adalah perang pemikiran. siapa yang menguasai pemikiran dan pengetahuan,maka dia akan sukses. karena kepemilikan hanya sumber daya material saja tanpa adanya kapasitas pengetahuan, tdk akan cukup. suka atau tidak, realitas dewasa ini adalah bahwa, globaiisasia dalah fenomena yg tidak bisa dihindari. Intinya, bahwa kunci dari globalisasi, adalah kompetisi, survivalitas dan persaingan. yang kuat akan bertahan, yang lemah akan mati, tutur beliau.
Sesi pemateri kedua, yaitu pak Maksum, beliau pernah menjabat sebagai Pimpinan Redaksi Jawa Pos Group. Seorang Dosen Luar Biasa di beberapa Perguruan Tinggi Swasta di Jawa Timur yang juga jurnalis senior ini menjelaskan tentang potensi bibit bibit muda Indonesia, terutama pemuda-pemudi Jawa Timur yang justru sangat potensial sebagai kader-kader muda bangsa. Lewat salah satu buku yang dibentuknya bersama Dinas Pendidikan Jawa Timur, beliau menerangkan betapa potensi daerah itu sangat dipengaruhi terhadap kepemilikan terhadap pemuda-pemudi potensial dan bagaimana cara daerah mampu mengelola bibit potensial tersebut untuk kemudian kelak menjadi kader muda yang berperan memajukan daerahnya masing-masing. “tetapi sayangnya, setelah mereka meraih prestasi internasional dan mengharumkan nama  daerah terutama Indonesia, pemerintah tidak memperhatikanya, sehingga tidak jarang mereka kemudian bersekolah di luar negeri, dan beberapa diantara mereka bahkan tidak pulang (kembali) ke Indonesia, papar pak Maksum.
Berakhir pada pukul 16.00, seminar ditutup dengan sesi pertanyaan dan diskusi kritis mengenai kondisi, pendapat dan tanggapan mengenai cara-cara konkrit menumbuhkan peran pemuda dan mahasiswa dalam membangkitkan isu-isu pentingnya kearifan lokal di tengah tantangan zaman dan pembangunaan. (Redaksi LPM Mercusuar)
@Mercusuar_Unair

Mercusuar.unair@gmail.com




0 comments:

Post a Comment